Kamis, April 25, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaPolitikBentuk Korupsi Politik yang Perlu Diketahui Berikut Penjelasan Pusat Edukasi Anti Korupsi...

Bentuk Korupsi Politik yang Perlu Diketahui Berikut Penjelasan Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK

WartaPemilu – Korupsi bisa dilakukan oleh siapa saja, terutama para pemangku kepentingan di tanah air ini. Namun yang paling berbahaya adalah korupsi politik, karena dampaknya selalu menyangkut hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, kita perlu mengetahui bentuk-bentuk korupsi politik yang ada.

Mantan Hakim Agung RI, mendiang Dr. Artidjo Alkostar, S.H., LL.M., pernah mengatakan bahwa sifat bahaya korupsi politik lebih dahsyat daripada korupsi biasa.

Dia bahkan mengatakan korupsi politik adalah pelanggaran hak asasi rakyat. Dampak dari korupsi ini adalah terenggutnya hak-hak strategis rakyat.

Misalnya, seseorang anggota dewan terpilih berkat money politic, padahal ada orang yang lebih layak duduk di kursi dewan. Akibatnya produk undang-undang yang dihasilkannya tidak berkualitas atau hanya untuk mengisi kantung sendiri, bukan demi kesejahteraan rakyat.

Artidjo mengartikan korupsi politik sebagai korupsi yang dilakukan oleh Presiden, Kepala Negara, ketua atau anggota Parlemen, dan pejabat tinggi pemerintahan.

Korupsi ini terjadi ketika pembuat keputusan politik menggunakan kekuasaan politik yang mereka pegang untuk mempertahankan kekuasaan, status, dan kekayaan mereka.

Pelaku korupsi ini memanipulasi institusi politik dan prosedur sehingga mempengaruhi pemerintahan dan sistem politik.

Undang-undang dan regulasi disalahgunakan, tidak dilakukan secara prosedural, diabaikan, atau bahkan dirancang sesuai dengan kepentingan mereka.

Berikut jenis-jenis korupsi politik dan ulasannya:

1. Penyuapan

Penyuapan dalam politik tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri, tetapi juga untuk berkuasa atau mempertahankan pengaruhnya dalam birokrasi publik.

Jika berhasil berkuasa kembali, maka pelaku akan mengatur Undang-Undang, peraturan, dan kebijakan yang dihasilkan agar berpihak kepada kepentingan ekonomi dirinya semata.

Suap politik misalnya terjadi ketika seorang politisi menyuap lembaga penyelenggara Pemilu untuk memenangkan dirinya dalam Pilkada atau Pemilu.

Kongkalikong antara politisi dan lembaga penyelenggara Pemilu ini adalah bentuk korupsi dalam sektor politik.

2. Perdagangan Pengaruh

Perdagangan pengaruh atau Trading of Influence terjadi saat pejabat publik menawarkan diri atau menerima permintaan pihak lain untuk menggunakan pengaruh politik dan jabatannya, agar melakukan mengintervensi keputusan tertentu.

Perdagangan Pengaruh telah disahkan dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) pada Oktober 2003 dan diratifikasi oleh Indonesia.

Dalam penyelidikannya, korupsi jenis ini sulit ditelurusi karena beda-beda tipis dengan proses lobi yang memang dihalalkan dalam politik.

Namun ada kata kunci untuk membedakan perdagangan pengaruh dengan proses lobi: Transaksi keuntungan. Jika sudah ada transaksi dengan keuntungan yang spesifik, maka korupsi terjadi. 

Contoh perdagangan pengaruh, seorang pengusaha memberikan sejumlah besar uang kepada tokoh partai untuk membantu memuluskan rencananya.

Pengusaha ini tahu tokoh tersebut bisa mempengaruhi pembuatan kebijakan karena anggota dewan adalah kader partainya.

3. Jual-beli Suara

Salah satu kasus korupsi politik yang sering terjadi adalah jual beli suara saat pemilihan. Cara ini dilakukan oleh politisi atau partai politik untuk memenangkan pemilu dan mempertahankan kekuasaan mereka.

Salah satu jual beli suara yang umum adalah “serangan fajar”.

Ini adalah istilah yang digunakan untuk praktik bagi-bagi uang oleh kader partai kepada warga di pagi hari sebelum pencoblosan. Tindakan ini dilakukan untuk mempengaruhi keputusan warga dalam memilih.

Modus juga beli suara lainnya yang diungkapkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) adalah memanfaatkan sisa surat suara tak terpakai di TPS untuk dicoblos oleh oknum Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan diberi kepada kubu yang memesan.

Jual beli suara ini dapat berakibatnya duduknya orang yang tidak tepat di kursi wakil rakyat.

Anggota dewan yang melakukan jual beli suara berpeluang besar korupsi untuk mengembalikan modal besar yang dikeluarkannya pada pemilu.


4. Nepotisme/Patronage

Nepotisme politik adalah pemberian perlakuan istimewa kepada keluarga atau kerabat dalam kekuasaan politik tertentu, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Kondisi ini banyak terjadi pada tubuh partai politik, ketika para petinggi partai diisi oleh keluarga pemimpin partai.

Nepotisme tidak memperhitungkan jenjang karier politik, prestasi, atau kapabilitas sebagai penentu posisi.

Selama dia keluarga atau kerabat, maka bisa diangkat jadi pemimpin atau dimajukan jadi calon kepala daerah. Praktik ini juga dilakukan untuk melanggengkan dinasti politik di tubuh partai.

Hingga saat ini nepotisme politik masih terjadi di Indonesia. Kondisi ini ironis, padahal salah satu cita-cita reformasi adalah memberantas nepotisme yang dianggap biang kebobrokan rezim Orde Baru.

5. Pembiayaan Kampanye

Korupsi politik lainnya adalah pembiayaan untuk parpol atau caleg selama kampanye. Masih menjadi perdebatan apakah ini adalah pelanggaran pidana atau dukungan politik semata.

Namun istilah “tidak ada makan siang gratis” kiranya jadi salah satu jawabannya.

Pendanaan kampanye oleh pengusaha kepada seorang caleg bukannya tanpa sebab. Walau mungkin tak ada transaksi secara tertulis, namun ada utang budi yang mesti dibayar caleg kepada pendonor.

Diantara bentuk “pelunasan utangnya” bisa jadi adalah pengaturan kebijakan yang menguntungkan pengusaha atau manipulasi pemenangan tender pengadaan barang dan jasa.

Hal ini pada akhirnya akan memunculkan konflik kepentingan yang menjadi salah satu penyebab korupsi.

Keberadaan korupsi politik jelas telah mencederai sistem demokrasi di Indonesia. Korupsi politik juga akan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik dan penyelenggara pemilu.

Selain itu, kualitas lembaga tinggi negara dan pemerintahan akan menurun karena diduduki orang-orang yang berkuasa bukan karena kemampuan mereka, tapi lantaran korupsi.(*)

*Pusat Edukasi AntiKorupsi/KPK

BACA dan Ikuti Berita Menarik ‘Aktif Memberi Kabar’ Kabariku.com

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments