Sabtu, Mei 4, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
BerandaWartaPakar IT Ungkap Tiga Sumber Masalah SIREKAP di Sidang PHPU Pilpres 2024

Pakar IT Ungkap Tiga Sumber Masalah SIREKAP di Sidang PHPU Pilpres 2024

Jakarta, WartaPemilu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghadirkan Ahli atau pakar di bidang IT yakni Marsudi Wahyu Kisworo dan dua orang saksi yakni Yudistira Dwi Wardhana Asnar dan Andre Putra Hermawan.

Marsudi Wahyu Kisworo selaku  ahli yang diajukan oleh KPU sebagai pihak termohon pada perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/4/2024).

Marsudi dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo menyebutkan, sejak 2004 yang mana pertama kali teknologi komputer digunakan dalam Pemilu, sistem penghitungan suara digital selalu dipermasalahkan.

“Terakhir kemarin 2019 dan sekarang terulang lagi. Padahal kita semua tahu bahwa kalau kita lihat pada peraturan perundang-undangan, suara yang sah itu adalah penghitungan suara berjenjang. Artinya, ekstrimnya seandainya sirekap tidak ada pun sebenarnya tidak ada pengaruhnya terhadap penghitungan suara,” kata Marsudi.

Professor pertama di bidang IT di Indonesia itu lebih lanjut menjelaskan, SIREKAP terdapat dua jenis yaitu SIREKAP Mobile dan SIREKAP Web. Data masuk dalam sirekap web itu dari sirekap mobile.

SIREKAP web tugasnya lebih kepada untuk melakukan konsolidasi, melakukan virtualisasi atau mengeksport data ke web dan kemudian dapat dilihat tampilannya di web.

Dikatakan Marsudi, terdapat tiga problem dalam SIREKAP mobile. Problem pertama dari SIREKAP mobile, mengambil data dari form C1 Hasil yang isinya dibuat dengan tulisan tangan menggunakan teknologi yang namanya Optical Character Recognition (OCR).

“OCR ini adalah sebuah perkembangan kemajuan di banding situng yang mana angkanya dimasukkan secara manual,” jelasnya.

Marsudi mengatakan, hal tersebut dapat timbul kehebohan seolah-olah ada kesengajaan entri yang dinaikkan dan sebagainya. Jadi, tulisan yang ada di C1 Hasil itu di-scan, di-capture, kemudian diubah menjadi angka.

“Disinilah problem pertamanya karena tulisan form C1 tulisan tangan dan kita tahu bahwa tulisan tangan setiap orang itu berbeda. Apalagi tulisan itu di 822 ribu TPS yang pasti orangnya berbeda dan tulis tangannya berbeda. Mungkin di TPS ini tulisannya bagus mudah dibaca. Mungkin juga ada sebagian yang tulisannya jelek dan sulit dibaca,” lanjut Marsudi.

Bahkan style penulisan angka bisa beda-beda. Marsudi mencontohkan penulisan angka 4. Ada yang menulisnya seperti kursi terbalik, atasnya terbuka, ada yang atasnya tertutup.

“OCR akurasinya masih 99%. Jadi masih ada kemungkinan 1% error. Tapi kalau dipakai di lapangan itu bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi itu 93%. Jadi kemungkinan ada 7% salah OCR merubah gambar menjadi angka,” tegasnya.

Problem kedua, sambung Marsudi, dari sisi kamera. SIREKAP mobile diinstal di masing-masing handphone (hp) KPPS. Seperti yang kita ketahui, merk hp berbeda-beda kualitasnya. Akibatnya terjadi perbedaan pada form C1. Ada yang jelas, ada yang remang-remang, ada yang warna putih, dan ada yang kekuning-kuningan.

Masalah ketiga, problem kertas. Ketika kertas terlipat bisa menimbulkan kesalahan interpretasi OCR.

“Karena OCR ini bukanlah manusia yang bisa memperkirakan. Dia hanya patuh kepada training data. Jadi, sistem AI ini, dia diberikan data berbagai macam tulisan tangan kemudian dari tulisan tangan itu dia pelajari kemudian dia bisa melihat ini apakah angka 1, 2, 3 dan seterusnya. Tapi kalau kualitas gambarnya seperti ini, menjadi masalah. Tiga masalah ini menjadi sumber masalah yang menjelaskan kenapa ketika ditampilkan di web, antara angka dengan C1 bisa berbeda,” paparnya.

Kendati demikian, menurut Marsudi, SIREKAP merupakan salah satu bentuk dari sarana untuk transparansi. Oleh karena itu, maka ketika terjadi perbedaan, keluhan atau komplain dari masyarakat, KPU kemudian segera melakukan tindakan koreksi. Sehingga kesalahannya makin lama semakin sedikit.

“Teknologi OCR sudah mapan tapi belum perfect dan 100% akurat. Kita tidak dapat menuduh software curang. Solusi ke depan, harus adanya verifikasi sebelum hasil tersebut diposting,” tandas Marsudi.(*)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Most Popular

Recent Comments