JAKARTA|WARTAPEMILU.COM – Pihak pemerintah resmi mengumumkan paket stimulus ekonomi jilid 3 yang diberi nama 8+4+5. Stimulus ini terdiri atas delapan program jangka pendek yang ditargetkan rampung dalam enam bulan, empat program untuk tahun 2026, serta lima program khusus penyerapan tenaga kerja.
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyebut jika alokasi anggaran kali ini relatif kecil dibanding dua paket stimulus sebelumnya.
“Jika ditotalkan, stimulus yang sudah dikeluarkan mencapai Rp57,5 triliun dengan gelontoran di paket kedua (Juni 2025) mencapai Rp24,4 triliun,” kata Nailul pada Selasa (16/9/25).
Dalam hal ini Nailul menilai dampak dari dua stimulus awal terhadap konsumsi rumah tangga sangat terbatas. Ia bahkan meragukan data pertumbuhan ekonomi triwulan II yang menunjukkan perbaikan.
“Jadi, dengan anggaran jilid ketiga sebesar Rp16,23 triliun, saya tidak banyak berharap akan meningkatkan perekonomian. Namun ada beberapa poin positif dari kebijakan stimulus ekonomi jilid 3 ini,” jelasnya.
Kendati begitu, salah satu poin yang diapresiasinya adalah pemberian jaminan kepada pekerja lepas, termasuk driver ojek online. Dia menekankan kebijakan ini seharusnya sudah lama diterapkan.
“Kita selalu menyuarakan bahwa harus ada perlindungan bagi semua pekerja, termasuk pekerja lepas. Alasannya bukan hanya soal insentif, tapi lebih kepada pemberian jaminan sosial bagi pekerja secara keseluruhan,” paparnya.
Ia berharap program tersebut tidak berhenti sebagai kebijakan jangka pendek, melainkan bisa dirancang skema pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik pekerja informal.
Lebih lanjut, Nailul menyoroti bantuan sosial (bansos) pangan maupun tunai agar tetap berlanjut serta diperluas untuk masyarakat rentan miskin.
“Masyarakat rentan miskin kadang tidak mendapatkan insentif yang mampu mendorong daya beli mereka. Guncangan ekonomi kecil pun dapat membuat mereka jatuh miskin. Saya berharap bantuan tunai juga diperluas penerimanya,” tegasnya.
Sementara itu, ia mengkritisi kebijakan insentif PPh21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor perhotelan, restoran, dan kafe.
“Bahkan, insentif perpajakan PPh21 DTP di sektor tersebut relatif kecil karena ya gaji pekerja di sektor tersebut juga rendah,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS, rata-rata gaji pekerja di sektor penyediaan akomodasi dan makan minum hanya Rp2,5 juta per bulan.
Tentu jika dilihat dari sisi Angka ini jauh di bawah batas Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) bulanan yang sudah di level Rp4,5 juta.
“Jadi, saya rasa dampaknya akan cukup minim ke perekonomian nasional,” jelas Nailul.
Selain itu Ia juga menyarankan pemerintah lebih fokus menaikkan batas PTKP. Menurutnya, kebijakan itu akan langsung meningkatkan pendapatan masyarakat yang bisa dibelanjakan.
“Dengan ada kenaikan pendapatan yang bisa dibelanjakan, maka konsumsi akan meningkat. Daya beli masyarakat bisa lebih baik dan perekonomian akan berputar lebih tinggi,” pungkasnya.






