Hadiri Sidang MK, DKPP Jelaskan Putusan Pelanggaran Etik Ketua KPU Terkait Pencalonan Prabowo-Gibran

Jakarta, WartaPemilu – Mahkamah Konstitusi (MK) menghadirkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam sidang lanjutan penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 pada Jumat (5/4/2024).

DKPP dihadirkan sebagai Pemberi Keterangan Lain yang diperlukan Mahkamah untuk Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Bacaan Lainnya

Ketua DKPP Heddy Lugito, Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, serta Anggota DKPP Muhammad Tio Aliansyah menghadiri langsung persidangan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.

Dihadapan Majelis MK, Ketua DKPP Heddy Lugito mengungkapkan ada empat perkara yang dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan Teradu Ketua dan Anggota KPU RI terkait pendaftaran calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2024.

“Dalam memeriksa perkara tersebut, DKPP berpegang teguh pada pedoman beracara KEPP. Seluruh tahapan telah dilalui dan putusan empat perkara tersebut telah dibacakan pada 5 Februari 2024,” ungkapnya.

Dia menyebutkan, empat perkara dimaksud diregistrasi dengan Perkara Nomor 135, 136, 137, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023. Kemudian, putusan atas perkara-perkara tersebut telah diucapkan pada 5 Februari 2024 secara terbuka dan bisa disaksikan melalui Youtube.

“Bersama ini sudah kami lampirkan putusan yang untuk perkara 135, 136, 137, dan 141 sudah kami serahkan kepada Yang Mulia Majelis Mahkamah Konstitusi, mohon untuk dipelajari,” kata Heddy.

DKPP kemudian mendapatkan pertanyaan dari Hakim Konstitusi mengenai putusan pemberian sanksi peringatan keras lebih dari sekali kepada satu orang yang sama tetapi tidak berujung pada pemberhentian.

Heddy mengatakan, DKPP memeriksa dan memberikan sanksi berdasarkan besaran derajat pelanggaran etik yang diadukan dan bukti-bukti yang disampaikan di persidangan.

Dalam satu tahun, beberapa anggota penyelenggara pemilu diadukan ke DKPP bisa lebih dari satu kali, bahkan 10 sampai 15 kali. Namun, tidak semua aduan terbukti sehingga DKPP melakukan rehabilitasi terhadap anggota penyelenggara pemilu yang diadukan. Disisi lain, DKPP memberikan sanksi peringatan keras hingga pemberhentian dari jabatan dan pemberhentian dari keanggotaan.

“Bahkan ada putusan DKPP itu yang sangat keras, yang bersangkutan tidak layak menjadi penyelenggara pemilu untuk saat ini dan selamanya kalau pelanggarannya sangat berat,” tutur Heddy.

Sementara terkait independensi penyelenggara Pemilu, menurut Heddy, terdapat aduan mengenai keberpihakan penyelenggara Pemilu kepada peserta Pemilu tertentu. Ada pula kasus penyelenggara Pemilu yang terindikasi dengan kepengurusan partai politik.

Heddy juga menyampaikan berdasarkan pada tahun 2023, DKPP telah menerima dan memeriksa 322 aduan tahapan dan non-tahapan Pemilu. Jumlah perkara terbesar di luar tahapan pemilu yang ditangani DKPP adalah asusila.

“Sedangkan untuk Januari sampai dengan 2 April 2024, DKPP telah menerima 166 aduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. 90 persen berkaitan dengan tahapan Pemilu,” Heddy menutup keterangannya.

Sebelum menutup persidangan, Mahkamah mengesahkan bukti-bukti tambahan dari Pemohon Perkara Nomor 1, Pemohon Perkara Nomor 2, Pihak Termohon, Pihak Terkait, serta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu).

Pada kesempatannya, Ketua MK Suhartoyo mengatakan, para pihak dapat menyampaikan keterangan-keterangan yang belum disampaikan dalam persidangan termasuk para pihak dapat merespons keterangan empat menteri dan DKPP melalui kesimpulan. Kesimpulan tersebut diserahkan paling lambat kepada Mahkamah pada 16 April 2024 pukul 16.00 WIB.

“Para hakim menyepakati kita buka saja ruang untuk penyampaian semacam kesimpulan termasuk nanti merespons, jadi para pihak juga boleh merespons apa yang disampaikan empat kementerian tadi termasuk DKPP dalam kesimpulan itu,” tutur Suhartoyo.

Suhartoyo juga menegaskan, meskipun penyampaian kesimpulan belum pernah dilakukan pada sidang PHPU sebelumnya, hal tersebut bukan bentuk MK tidak konsisten melaksanakan Peraturan MK (PMK). Sebab, kata Suhartoyo, dinamika penanganan PHPU Presiden Tahun 2024 berbeda dengan PHPU Presiden sebelumnya.

“Mohon ini dipahami bukan merupakan semacam ketidakkonsistenan di PMK maupun apa yang sudah dijadikan pendirian Mahkamah pada penanganan-penanganan pilpres sebelumnya, karena memang dinamikanya berbeda juga untuk persidangan pilpres hari ini,” kata Suhartoyo.(*)

Baca Juga :

https://wartapemilu.com/2024/04/05/hadiri-sidang-di-mk-empat-menteri-kabinet-indonesia-maju-kompak-sebut-penyaluran-bansos-tak-terkait-pemilu-2024

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *