Surabaya, WartaPemilu – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengungkap tantangan menghadapi Pemilu 2024. Salah satunya adanya potensi politik transaksional berupa jual beli kursi pencalonan dan suara pemilih.
Hal ini disampaikan Nurul Ghufron saat menghadiri rangkaian agenda Anti-Corruption Summit Ke-5 dalam acara seminar yang bertajuk ‘Partisipasi Publik dalam Pemantauan Pemilu’ di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/7/2023).
“Tantangan Pemilu saat ini salah satunya politik transaksional. Adanya jual beli kursi pencalonan dan suara pemilih masih dominan. Politik dibuat sangat mahal,” kata Ghufron dikutip dari keterangan resmi KPK, Sabtu (8/7/2023).
Tahun 2024, Indonesia akan memasuki kontes demokrasi dalam mencari calon pemimpin negeri. Perhelatan politik lima tahunan ini, mirisnya kerap diwarnai dengan maraknya korupsi politik.
Padahal, menurut Ghufron, pemimpin hasil korupsi politik hanya akan mencoreng kualitas pelaksanaan demokrasi.
“Kasus korupsi masih membayangi pelaksanaan penyelenggaraan negara. Inilah seakan menjadi bukti bahwa korupsi layaknya limbah dari Pemilu yang tak berintegritas,” ungkapnya.
Ghufron menambahkan, kampanye sebagai sarana untuk meyakinkan pemilih masih ditempatkan sebagai aktivitas artifisial dan simbolik yang hanya mengutamakan kehadiran fisik partai politik (parpol).
Hal ini belum menunjukkan kampanye sebagai bagian dari aktivitas pendidikan politik yang diadakan parpol.
Modus utama hadirnya korupsi politik itu sendiri, bisa berawal dari penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Selain itu, momen elektoral menjadi celah untuk pemanfaatan sarana/prasarana, akses publik, maupun dana pemerintah dalam berbagai bentuk untuk memenangkan elektoral.
“Balik lagi, korupsi politik ini adalah bukti adanya problematika di partai politik kita. Dimana parpol tidak memiliki standar etik partai, rekrutmen politik yang tertutup, eksklusif, dan marak nepotisme, serta pendanaan partai politik yang masih problematik,” ujar Ghufron.
Merujuk hal tersebut KPK merumuskan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), seperangkat kebijakan yang dibangun oleh parpol dan disepakati secara kolektif sebagai standar integritas yang harus dipatuhi parpol untuk seluruh kader.
Sistem ini dibuat agar parpol menghasilkan calon pemimpin berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik, menghindari penyalahgunaan kekuasaan, serta menghasilkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.
Sistem ini mencakup kode etik, keuangan parpol, demokrasi internal parpol, rekrutmen, dan kaderisasi. Adanya sistem ini diharapkan dapat mendorong tata kelola parpol yang berdasar dengan sistem demokrasi.
“SIPP diharapkan dapat menjaga marwah parpol dan menjadikan parpol sebagai pilihan publik dalam penyampaian aspirasi politik untuk membangun bangsa dan negara,” tutup Ghufron.
Dalam agenda ini, hadir pula Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Misbah Hasan yang memaparkan tentang Peran Masyarakat Sipil Dalam Proses Demokratisasi, Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Zulfiani Lubis yang menyampaikan tentang Peran Media Dalam Transparansi Penyelenggaraan Pemilu.
Turut hadir Ketua Departemen Politik Dan Pemerintahan FISIPOL UGM Abdul Gaffar Karim yang memaparkan terkait Peran Institusi Agama dalam Pemilu Berintegritas.
KPK bersama ketiga stakeholder lainnya bersinergi untuk turut aktif berpartisipasi dalam menciptakan Pemilu berintegritas.(*)