Jakarta, WartaPemilu – Aktivis Pergerakan, Andrianto secara terang-terangan menyebut, “Jokowi akan dikenang sebagai Presiden Mangkrak”.
Andrianto menjelaskan, Mangkrak bermula dari Mobil Esemka yang tiada wujudnya. Dalam periode pemerintahannya tidak ada niatan mewujudkan Mobil Nasional.
“Setidaknya meletakkan dasar seperti Habibie dulu dengan Project mobnas (Maleo), yang ada makin banjir mobil dari RRC dan Korea,” kata Andrianto. Sabtu (12/11/2022).
Publik dibuai dengan histeria bila Jokowi Presiden, Rupiah akan kuat dikisaran Rp.10 Ribu, seperti periode awal SBY, diakhir rezim SBY rupiah menyentuh Rp.13 Ribu.
“Sekarang yang terjadi malah rupiah sudah lewati angka psikologis pasar 15.800 rupiah. Nampaknya masih akan menaik,” ujarnya.
Andrianto pun menyebut, Janjinya untuk mewujudkan Nawa Cita yang isinya sangat Sosialistik ala Bung Karno, yang terjadi Rezimnya sangat Liberalis dan Kapitalistik.
“Nampaknya kita yang over estimed, dari berbagai sumber antaralain Bang Rizal Ramli yang pernah didalam kabinet, Jokowi nyaris tidak pernah membaca eksekutif summary. Padahal cuman 1 lembar sesuai permintaannya,” jelas Andrianto.
Akhirnya roda pemerintahan berdasar intuisi dan kepentingan Oligarkhys, menurutnya, Ini yang terjadi dari project Infrastrukturnya yang tidak bermanfaat buat rakyat. Seperti project IKN, Kereta Cepat Jkt-Bandung, Bandara Kertajati, LRT Jabotabek dll.
Semua project Jokowi dapat dipastikan Mangkrak dan berpotensi pelanggaran hukum yang dapat menjadikannya berurusan dengan penegak hukum kelak.
“Jokowi sudah mengantisipasi sehingga berupaya untuk terus berkuasa. Namun ambisi tersebut membentur tembok besar ketika PDI Perjuangan menolak amandemen 3 periode dan Perpanjangan 3 tahun,” tuturnya.
Akhirnya, kata Andrianto, sampailah Jokowi secara terang-terangan meng-endorse beberapa figur dimulai dari Ganjar Pranowo (Jokowi berutang budi lewat tangan GP sang putra bisa dapat rekom Wali kota).
Ganjar Pranowo dengan dukungan resourcenya melejit ke electabilitas tertinggi dengan maksud mempresure Mega dan PDI Perjuangan memberi tiket Capres.
“Sejak setahun ini opsus dijalankan. Namun, tanda tanda malah makin tertutup. PDI Perjuangan mengunci Ganjar. Wajar saja, Ganjar pilihan Jokowi bukan pilihan Mega,” ujarnya.
Sedang Mega tentu trauma dengan eksprimen petugas partai yang ternyata ‘diremote’ kekuatan lain.
“Bagi Mega tentu akan lebih realistik menjaga roh dan keberlanjutan trah Soekarnoisme di PDI Perjuangan,” kata Andrianto.
Setelah itu, lanjutnya, KIB didirikan untuk maksud sekocinya Ganjar. Namun PDI Perjuangan mencium skenario ini, sehingga mengancam memecat Ganjar bila jadi Capres.
Andrianto mencontohkan, Sejarah mencatat banyak tokoh berguguran bila dipecat, antara lain Arifin Panigoro, Dimyati Hartono, Laksamana Sukardi Rustriningsih, dll.
“Akhirnya melalui instrumen relawan militannya MUSRA (Musyawarah Rakyat) yang tadinya di design untuk menaikan pamor Ganjar diakar rumput dan Parpol, lantas berputar haluan,” jelasnya.
Jokowi pun, kata Andrianto, di acara Perindo secara terang terang menyebut Prabowo dengan istilah ‘Jatah’. Dilanjutkan dengan pertemuan MUSRA dngan Prabowo sebagai bentuk dukungan Capres.
“Jokowi dan para oligarkhysnya tentu tidak mau lagi terkecoh sama Mega dalam hal last minute mendukung KH. Maruf Amin sebagai Cawapres,” ujarnya.
Padahal sosok ini yang paling di benci, karna berperan besar menjadikan Ahok masuk BUI dan tersungkur di Pilkada DKI.
“Apa yang dilakukan Jokowi memang tidak lazim, sebagai Presiden seharusnya bertindak sebagai pengawas bukan malah Partisan,” tukasnya.
Dengan resource yang dimlikinya, menurut Andrianto, tentu keabsahan Pemilu yang jurdil menjadi terancam.
Apalagi putusan MK yang dibuat adik iparnya yang membolehkan Menteri tidak mundur ketika jadi Capres, tercium untuk melapangkan Prabowo.
“Saya berharap PDI Perjuangan, Partai, Elemen Civil Socety dll mewaspadai ‘Jokowi-Isme’ yakni menciptakan feodalisme dan kultusisme yang menjadikan kita menyimpang dari akar konstitusi Republik Demokrasi,” harapnya.
“Jangan biarkan Tiran muncul sehingga kita setback menjadi negeri paria yang mundur kebelakang dan hanya untungkan para Oligakrhys-nya Jokowi,” tandas Andrianto.(*)