WartaPemilu – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hadiri acara Conference of The Parties 27 (COP27) atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-27 di Mesir.
KPK berkomitmen dan telah berkontribusi nyata dalam menjamin dan memastikan pembangunan lestari dan sensitive perubahan iklim dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik pencegahan dan penindakan KPK.
Wakil Ketua KPK, Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H., menyampaikan Pandangan KPK dalam COP27, Bahwa semua negara harus menolak SDA illegal hasil korupsi dalam COP 27 di Samr El Shaik, Mesir. Jum’at (11/12/2022).
“Perubahan iklim yang disadari terjadi akibat pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan lingkungan secara tidak taat prinsip perlindungan yang sustainable, pelajaran dari kasus yang ditangani oleh KPK selama ini,” kata Ghufron.
Ghufron menyebut, Modus terabaikannya sustainable development terjadi karena 2 hal:
- Tata kelolanya tidak cukup memenuhi kelayakan syarat dan prosedur Sustaiable development;
- Pemenuhan syarat dan prosedurnya “palsu” karena terdapat indikasi “suap”.
KPK berkontribusi dalam dua hal tersebut, yaitu:
Pertama, dalam pemenuhan tata Kelola yang sustainable development yang berkepastian, transparan, akuntable dan partisipatif.
“Prinsip pengelolaan SDA yang demikian diharapkan akan menjamin perlindungan kelestarian fungsi lingkungan,” terangnya.
Kedua, KPK dalam penindakan terhadap tata Kelola SDA biasanya dibidang perijinan yang terindikasi adanya Korupsi.
“Korupsi dibidang SDA tentu berbeda karakter dengan instrument hukum perlindungan lingkungan, perlindungan hutan ataupun hukum pidana lainnya dibidang lingkungan,” lanjut Ghufron.
Tindak pidana dibidang lingkungan, Ghufron menjelaskan, yang menyasar subyek yang langsung memenuhi perbuatan pidana lingkungan.
“Yang biasanya pelaku hanyalah operator, ataupun pelaksana ditingkat bawah, sehingga walaupun berhasil ditangkap dan di penjara, posisi mereka akan digantikan oleh orang lain yang tetap akan melakukan tindak pidana lingkungan lagi,” paparnya.
Melalui penindakan dalam perspektif tindak pidana korupsi memiliki karakter:
Satu, Subyek yang dipertanggungjawabkan tidak saja “operator” namun menyasar “pihak yang berwenang memberikan/penyalahguna perijinan”.
“Atau jika dari pihak swasta bisa sampai pada “Beneficial ownership/pihak penentu” yang mungkin tidak tercantum sebagai pengurus,” ujar dia.
Dua, Obyek/dampak kejahatannya pasti lebih luas, karena setiap ijin bisa terhadap beribu hektar;
Menurut Ghufron, Kejahatan terhadap lingungan dan sumberdaya alam terjadi sebagai konsekwensi rantai bisnis, yaitu kebutuhan terhadap SDA untuk kebutuhan pangan, energi maupun papan.
“Selama kebutuhan masih terus tinggi maka potensi kejahatan akan terus tinggi. Oleh karena itu perlu membangun pemahaman dan kesepakatan bersama,” terangnya.
Lanjutnya, Bahwa SDA illegal pasti mengabaikan prinsip perlindungan lingkungan dan jangan lagi diterima.
Penegakan hukum terhadap kejahatan SDA ini harus dipahami antara “negara Indonesia” sebagai produsen dengan negara lain yang menerima hasil kejahatan SDA ini.
“Selama pihak negara sebagai konsumen masih menerima hasil kejahatan ini, penegakan hukum demi penegakan hukum akan terus terjadi,” ucapnya.
“Karena itu KPK menghimbau putus dan stop penerimaan negara lain atas hasil korupsi, illegal logging, illegal mining dan kejahatan lainnya,” Nurul Ghufron memungkas.(*)