JAKARTA, WARTAPEMILU.COM – Perkara mega korupsi PT Asuransi Jiwasraya yang merugikan negara hingga Rp 16,8 triliun melibatkan lebih dari sekadar Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan.
Belakangan skandal ini menjerat jaringan kompleks berbagai pihak, mulai dari manajemen Jiwasraya hingga regulator yang diduga lalai dalam pengawasan.
Pihak Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat dalam perkara ini berperan sebagai aktor kunci dalam mengendalikan investasi Jiwasraya melalui perusahaan manajemen investasi mereka. Keduanya diduga melakukan manipulasi pasar saham dan reksa dana, menghasilkan keuntungan pribadi yang masif dan kerugian besar bagi negara.
Tak hanya itu saja hubungan mereka dengan manajemen Jiwasraya ditandai dengan kesepakatan investasi yang merugikan perusahaan. Manajemen Jiwasraya, termasuk mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan, diduga aktif menerima suap dan melakukan investasi yang merugikan perusahaan.
Mereka bekerja sama dengan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat untuk menjalankan skema korupsi ini.Joko Hartono Tirto bertindak sebagai makelar, memfasilitasi kesepakatan antara manajemen Jiwasraya dan manajer investasi yang dikendalikan oleh Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Ia diduga menerima imbalan atas jasanya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga terseret dalam pusaran kasus ini. Fakhri Hilmi, mantan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II, diduga lalai dalam pengawasan transaksi Jiwasraya, meskipun dibebaskan di tingkat kasasi. Dugaan kelalaian ini memungkinkan terjadinya korupsi dalam skala besar.
Ketiga belas korporasi manajer investasi diduga terlibat dalam pengelolaan instrumen keuangan yang dikendalikan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, turut serta dalam skema korupsi tersebut.Bursa Efek Indonesia (BEI) juga tak luput dari sorotan. Ada indikasi keterlibatan pejabat BEI, seperti Erry Firmansyah (mantan Direktur Utama), terkait manipulasi saham.
Isa Rachmatarwata, sebagai tersangka, diduga terlibat saat menjabat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK (2006-2012). Bukti menunjukkan keterlibatannya dalam menyetujui rencana yang mengakibatkan kerugian negara. Salah satu contohnya adalah persetujuan terhadap rencana produk JS Saving Plan dengan bunga tinggi (9-13%), jauh di atas suku bunga Bank Indonesia, yang membebani keuangan Jiwasraya tanpa diimbangi hasil investasi yang memadai. Total perolehan premi dari produk ini mencapai Rp47,8 triliun (2014-2017).
Kasus korupsi Jiwasraya menggambarkan jaringan kompleks yang melibatkan pihak internal perusahaan, aktor eksternal yang mengendalikan investasi, dan dugaan kelalaian dari pihak regulator. Kerja sama dan kesepakatan antara pihak-pihak ini menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.
Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Penetapan tersangka-tersangka baru, termasuk Isa Rachmatarwata, menunjukkan luasnya jaringan dan kompleksitas kasus ini, serta pentingnya pengawasan yang ketat dalam sektor keuangan.