Bawaslu Usulkan Penundaan Pilkada Serentak 2024, Rahmat Bagja Beberkan Alasannya

Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. (Instagram @rahmatbagja)

Jakarta, WartaPemilu – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan agar pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI membahas opsi penundaan Pilkada Serentak 2024.

Hal itu diungkapkan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja pada rapat koordinasi (Rakor) Kemenetrian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan KSP, di Jakarta, Rabu (12/7/2023).

Bacaan Lainnya

Hadir dalam acara secara ‘hybid’ tersebut Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani sebagai pemandu acara, Anggota KPU Betty Epsilon Idroos, pejabat dari sejumlah kementerian dan lembaga negara seperti dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan HAM, Badan Intelijen Negara, Mabes Polri, dan sejumlah tamu undangan.

Bagja mengatakan, opsi penundaan Pilkada Serentak 2024 patut dibahas karena pelaksanaannya beririsan dengan Pemilu 2024.

Selain itu, lanjutnya, ada potensi terganggunya keamanan serta ketertiban.

“Kami khawatir sebenarnya Pemilihan (Pilkada) 2024 ini karena pemungutan suara pada November 2024, yang mana Oktober 2024 baru pelantikan presiden baru tentu dengan menteri dan pejabat yang mungkin berganti. Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan (pilkada) karena ini pertama kali serentak,” ujar Bagja dikutip dari laman bawaslu.go.id, Jumat 14 Juli 2024.

Bagja menambahkan, apabila terjadi gangguan keamanan di suatu daerah, pihak keamanan berpotensi mengalami kesulitan mendapatkan bantuan dari di daerah lain karena daerah lain juga tengah menyelenggarakan Pilkada.

Dalam kesempatan itu Bagja memaparkan sejumlah potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024.

Menurutnya, potensi permasalahan itu muncul dari tiga aspek, yakni dari penyelenggara, peserta pemilu (pemilihan), dan pemilih.

Pada aspek penyelenggara pemilu, beberapa potensi permasalahan meliputi pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara, atau beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi.

Hal lainnya, lanjutnya, sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait dengan peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (perbawaslu) yang belum optimal.

“Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja, sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya. Misalnya, kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B. Itu juga bisa menimbulkan masalah,” ujar dia.

Permasalahan kedua berasal dari aspek peserta pemilu, seperti masih maraknya politik uang serta transparansi pelaporan dana kampanye dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang belum optimal. Selain itu, ada pula persoalan penggunaan alat peraga kampanye yang tidak tertib.

Permasalahan ketiga, dari aspek pemilih meliputi adanya pemilih yang kesulitan dalam menggunakan hak pilih, menghadapi ancaman dan gangguan terkait kebebasan dalam memilih, serta penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.

“Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan berita bohong dan ujaran kebencian akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi,” kata dia.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *