Jakarta, WartaPemilu –Beberapa waktu lalu, KPU mensyaratkan batas usia maksimal petugas penyelenggara ad hoc termasuk TPS. Dalam aturan itu disebutkan, batas usia maksimal petugas peneyelenggara pemilu adhoc adalah 55 tahun.
Aturan baru ini diterapkan untuk mencegah jatuhnya banyak korban petugas KPPS/TPS seperti pada Pemilu 2019 lalu.
Sekarang ini, untuk mendukung aturan tersebut, Bawaslu, Kantor Staf Presiden (KSP) dan Dirut BPJS meluncurkan Surat Edaran Bersama (SEB). Isinya menyatakan bahwa petugas penyelenggara pemilu ad hoc seperti KPPS/TPS untuk Pemilu 2024 harus melakukan skrining kesehatan dan menjadi anggota peserta BPJS.
SEB ini ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, dan Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada Senin, 20 November 2023.
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menuturkan, aturan yang termuat dalam SEB merupakan langkah preventif untuk menghindari jatuhnya banyak korban dari penyelenggara pemilu ad hoc seperti Pemilu 2019.
“Ini merupakan hari yang bersejarah, karena di kali inilah ada upaya preventif yang dulu tidak bisa kita bayangkan. Karena petugas ad hoc ini akan sangat banyak, kami ada 840 ribu pengawas TPS pada hari H. Dapat dibayangkan jutaan penyelenggara ad hoc akan hadir,” ujar Bagja.
Selain menjadi langkah preventif adanya korban dari penyelenggara pemilu ad hoc, Bagja menambahkan upaya ini juga akan menepis berbagai isu hoaks.
“Dulu kan pernah ada isu hoaks bahwa penyelenggara pemilu kita diracun. Sekitar 800 orang meninggal, itu katanya ada yang membuat kematian para penyelenggara pemilu ad hoc. Rupanya setelah ada penelitian dari Kemenkes, teman-teman yang meninggal itu adalah penyelenggara pemilu yang mempunyai komorbid, ditambah tugasnya pada hari pemungutan suara itu sangat berat,” katanya.
Bagja juga mengapresiasi KSP karena telah menginisiasi program ini untuk membantu penyelenggara pemilu (Bawaslu dan KPU) dalam mengoptimalkan gelaran Pemilu 2024.
Menurutnya, ini merupakan implementasi dari surat presiden yang meminta stakholder pemilu, untuk membuat sistem jaminan kesehatan untuk penyelenggara pemilu khususnya petugas yang bertugas langsung di TPS.
“Ini lah yang kami harapkan dan ini terwujud, semoga ini menjadi milestone (batu loncatan) untuk pemilu-pemilu berikutnya, bahwa penyelenggara pemilu kita akan dilindungi oleh negara, dan negara hadir dalam seluruh proses jaminan kesehatan dan keselamatan teman-teman penyelenggara pemilu ad hoc,” katanya.
Kepala KSP Moeldoko menambahkan, penandatangan SEB ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk memastikan penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tahun 2024 dapat berjalan dengan lancar.
Bukan hanya kebutuhan logistiknya, lanjut Moeldoko, tetapi juga perlindungan kepada petugas yang bekerja sangat keras dalam mendukung pelaksanaan pesta demokrasi di tahun 2024.
Moeldoko pun menyampaikan, secara garis besar SEB ini mendorong dua hal. Pertama, agar seluruh petugas melakukan skrining riwayat kesehatan melalui situs resmi BPJS Kesehatan.
“Apabila teridentifikasi memiliki resiko penyakit, kami mengimbau agar petugas terkait dapat melakukan pengobatan sesuai dengan indikasi medis. Bapak/Ibu tidak perlu khawatir, hasil skrining ini tidak akan mengubah status penetapan seseorang sebagai petugas pemilu,” katanya.
Kedua, mendorong kepesertaan aktif program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dalam memastikan hal ini peran aktif pemerintah daerah sangat penting.
Moeldoko menyatakan bagi petugas pemilu yang tidak/belum memiliki JKN dan memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana ditetapkan oleh masing-masing daerah, iuran BPJS Kesehatannya dimungkinkan untuk dibayarkan oleh daerah.***