KPU Sepakat Revisi Pasal 8 PKPU No 10 Tahun 2023 tentang Penghitungan Keterwakilan Perempuan

Jakarta, WartaPemilu – Setelah menuai protes dari berbagai organisasi, akhirnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat merevisi Peraturan KPU (PKPU) Pasal 8 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Revisi ini akan kembali membulatkan angka desimal keatas dalam penghitungan 30% bakal calon perempuan di setiap dapil yang menghasilkan angka pecahan.

Bacaan Lainnya

“Kami sepakat untuk dilakukan sejumlah perubahan dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, terutama yang berkaitan dengan cara penghitungan 30% jumlah bakal anggota DPR perempuan di setiap dapil,” kata Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari dalam konferensi persnya pada Rabu (10/5/2023).

Hasyim Asy’ari mengatakan lembaganya, Bawaslu dan Dewan DKPP telah melakukan rapat koordinasi bersama pada Selasa (9/5) malam untuk merespon berbagai masukan publik terkait Peraturan KPU No.10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD dan DPRD Kabupaten, Kota.

Hasyim mengatakan pihaknya setuju untuk segera merevisi pasal 8 ayat 2 aturan tersebut, dengan mengubah penghitungan pembulatan ke bawah untuk caleg perempuan menjadi pembulatan ke atas seperti peraturan sebelumnya.

“Pasal 8 Ayat (2) diubah menjadi dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas,” kata Hasyim.

Hasyim menjelaskan, Parpol peserta Pemilu 2024 yang telah mengajukan daftar calon anggota legislatif sebelum berlakunya revisi PKPU yang baru, boleh melakukan perbaikan.

“Dokumen perbaikan itu dapat dilakukan sampai proses pengajuan daftar bacaleg selesai,” jelasnya.

Aturan untuk mengubah daftar bacaleg itu akan dimasukkan diantara Pasal 94 dan 95 menjadi Pasal 94a PKPU Nomor 10 Tahun 2023.

“Ayat (1) bagi parpol peserta pemilu yang sudah mengajukan daftar bakal calon sebelum berlakunya revisi peraturan KPU ini, maksudnya perubahan, melakukan perbaikan daftar calon sampai batas akhir masa pengajuan bakal calon, artinya masih ada kesempatan sampai 14 Mei 2023,” papar Hasyim di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/5/2023).

“Ayat (2) dalam hal parpol peserta Pemilu tidak dapat melakukan perbaikan daftar bakal calon sampai dengan batas akhir pendaftaran bakal calon sebagaimana dimaksud ayat (1), melakukan perbaikan daftar calon pada tahapan pada pengajuan perbaikan dokumen persyaratan bakal calon,” sambungnya.

Perbaikan dokumen persyaratan bacaleg itu akan dilakukan pada 26 Juni 2023 sampai 9 Juli 2023. Dilakukan setelah verifikasi administrasi persyaratan calon pada 15 Mei sampai 23 Juni 2023.

Atas revisi ini, pihaknya lanjutnya akan segera berkonsultasi dengan komisi II DPR. Konsultasi ini adalah tahapan yang, menurut UU Pemilu, harus dilalui dalam pembentukan peraturan KPU.

Organisasi Perempuan Tolak Aturan Baru KPU

Sebelumnya sejumlah organisasi yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan tergabung dari Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Maju Perempuan Indonesia (MPI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Puskapol, mengkritik peraturan KPU tersebut karena dinilai berpotensi mengurangi jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024 dan dinilai tak selaras dengan Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan 30 persen keterwakilan perempuan.

Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengatakan kebijakan KPU melakukan koreksi terhadap ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun harus dimaknai sebagai pengakuan adanya pelanggaran hukum dalam mengimplementasikan ketentuan Pasal 245 UU No. 7 Tahun 2017 yang secara tegas menjamin paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan sebagai bakal calon anggota DPR dan DPRD.

Menurutnya peristiwa pelanggaran hak politik perempuan sebagai calon anggota DPR dan DPRD tidak seharusnya terjadi apabila KPU mempunyai komitmen yang tinggi melaksanakan tugas dan kewenangan sesuai kewajiban hukumnya sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 14 huruf b UU No.7 Tahun 2017 yang menyebutkan KPU memperlakukan peserta pemilu secara adil dan setara.

“Hal ini mestinya menjadi pembelajaran berharga ke depan bahwa pengaturan level teknis oleh KPU jangan sampai dan tidak boleh menyimpangi Undang-undang apalagi sampai melemahkan keterwakilan perempuan dan praktek demokrasi, iklusif di Indonesia,” kata Titi.

Sebagai negara peserta Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan (the Convention of All Forms of Discrimination against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1984, Indonesia dalam hal ini DPR dan pemerintah, telah berkomitmen untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk dalam parlemen.

Karenanya komitmen ini sejalan dengan komitmen jaminan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan dalam UU Pemilu.

Titi mengatakan pernyataan KPU tentang kesiapan merevisi PKPU 10/2023 harus segera diwujudkan dengan cepat dan mendesak.

“KPU harus segera melakukan pemberitahuan revisi kepada DPR dan Pemerintah, serta menetapkan revisi tersebut,” tandasnya.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *