Kandidat Bacawapres: Cak Imin, Mahfud, Sandiaga Uno, AHY, Khofifah, Ridwan Kamil Edisi wawancara In’am eL Mustofa S.Ag., M.I.P
WartaPemilu – Setelah Megawati Soekarnoputri umumkan Ganjar Pranowo sebagai Bacapres PDI Perjuangan, jagad politik Indonesia sedikit terhenyak. Teka-teki itu sekarang justru siapa yang bakal mengisi bacawapres dan konfigurasi koalisi.
Akankah Sandi Uno, Mahfud MD atau Erick Tohir yang mendampingi Ganjar Pranowo?

Pada kesempatan ini redaksi menurunkan edisi Wawancara dengan In’am eL Mustofa S.Ag., M.I.P, aktivis 90-an, SIAGA98, tinggal di Jogja. Master Ilmu Pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Direktur Eksekutif LeSPK (lembaga studi Pendidikan dan kebangsaan) Yogyakarta.
WartaPemilu :
Setelah Ganjar Pranowo dipilih dan diumumkan oleh Megawati Soekarnoputri, dunia medsos dan masyarakat hingga kini terus mempergunjingkan, bagaimana Bung In’am melihat dan mengamati peristiwa tersebut?
In’am :
Saya tidak terkejut. Heran juga tidak. Biasa saja…, ikhwalnya begini, Ketika rame soal Banteng dan Celeng di tubuh kader PDIP saya bertemu dengan salah satu kader PDI Perjuangan, alumni IAIN Sunan Kalijaga. Namanya Asroru Maula. Diskusi kecil kami berlangsung beberapa lama dan hangat, nuansa Reuni karena kami berdua sama-sama aktivis mahasiswa IAIN saat kuliah.
Inti perbincangan fenomena Celeng dan Banteng adalah by design, agar PDIP menjadi perbincangan publik. Pemanasan menjelang Pemilu. Seolah-olah ada ketegangan antara elit PDI Perjuangan dengan grassroot, yang diidentikan dengan pendukung Ganjar.
Bahkan dipertajam, barisan Celeng ini adalah bagian untuk menghentikan trah Soekarno. Di layar kaca sampai kemudian ditampilkan para petinggi partai Banteng moncong putih dalam beberapa acara Talk Show, Trimedya dan lain-lain tampil ganas menguliti dan menghabisi Ganjar Pranowo. Sesama kader PDI Perjuangan.
Saya dan Asroru Maula memiliki pandangan yang sama bahwa kesemuanya adalah drama atau cerita pendek yang akan bisa berkembanga menjadi babak baru dan penting pada Pemilu 2024. Perlu diketahui bahwa Ganjar Pranowo adalah kader tulen PDIP dengan loyalitas tinggi, sebagai Gubernur juga atas titah Megawati dan sedikitpun tidak memiliki watak berkhianat terhadap atasan.
WartaPemilu :
Ok, jika itu by design elit PDIP. Apakah itu tidak beresiko karena bisa menjadi bola liar?
In’am :
Saya kira semua sudah diperhitungkan dengan matang. Bukankah kala juga muncul wacana liar bahwa PDI Perjuangan akan direbut oleh Joko Widodo untuk memastikan keberlangsungan program Presiden.
Tidak berhenti disitu, sampai bagaimana caranya agar tiga periode atau perpanjangan masa jabatan presiden mulus. Ada kehendak bawah sadar dari presiden yang terbaca oleh public bahwa Program Presiden saat ini bakalan tidak dilanjutkan oleh Presiden selanjutnya.
Drama Celeng dan Banteng sudah cukup sukses mengangkat nama Ganjar Pranowo (ingat: PDI Perjuangan saat itu tidak punya tokoh publik) polesan designer lumayan. Maka cukuplah Celeng sampai disini.
Kemudian babak berikutnya adalah adu kuat pengaruh antara Megawati dan Joko Widodo untuk memperebutkan Ganjar Pranowo. Pada titik ini saya melihat sebenarnya sudah berjalan diluar skenario designer, artinya Presiden Joko Widodo berupaya untuk memainkan peran sebagai King maker, namun gagal total.
Pertama saat dilawan oleh Megawati dengan statemen keras bahwa masa jabatan presiden itu secara konstitusi hanya dua periode, siapapun sebagai politisi harus taat asas dan berpegang pada konstitusi yang telah disepakati.
Kedua memberikan tugas kepada Ganjar Pranowo sebagai Capres, disaat gemuruh koalisi besar sedang diendorse oleh KIB dan KKIR. Artinya permainan Joko Widodo dan Prabowo yang ingin jadi King maker sudah terhenti oleh dua langkah kuda yang dibuat oleh Megawati Soekarnoputri.
Buyar sudah impian untuk mewujudkan Koalisi besar, padahal sebelumnya Prabowo sudah sedikit jumawa. Dalam politik kita mengenal istilah shadow mirror, bertarung dengan bayangan yang terlihat dicermin.
Hal tersebut ditunjukkan oleh Megawati nyaris sempurna, tanpa harus menampakkan diri senyatanya ia sudah bisa mendeteksi siapa sebenarnya lawan politik yang pantas dihadapi dan dirangkul.
Dengan demikian Ibu Mega sudah dapat memahami dengan baik juga siapa dibalik layar adanya Musyawarah rakyat ( Musra )yang terlaksana di berbagai kota serta maksud membentuk Koalisi besar .
WartaPemilu :
Partai politik diluar PDIP tampaknya kedodoran dengan langkah kuda mendadak yang dibuat oleh Megawati. Bagaimana potensi perubahan koalisi akan terjadi dan apakah PDIP akan tetap yakin berjalan tanpa partai lain?
In’am :
Seperti yang saya katakan awal, bahwa langkah kuda Megawati Umumkan Ganjar memiliki tujuan antara untuk membuyarkan gagasan koalisi besar.
Maka potensi runtuhnya KIB justru kini amat sangat mengangga, satu sisi KIB belum sepenuhnya solid dan disisi lain KIB belum memiliki Capres dengan akseptabilitas tinggi.
Prediksi saya dengan keadaan KIB seperti itu, cepat atau lambat koalisi akan ambyar. Golkar yang belum terbiasa menjadi oposisi tentu akan bergegas mencari tempat bernaung partai yang jagoanya berpotensi besar menang.
Begitu pula PAN dibawah kepemimpinan Zulhas suka atau tidak suka sangat tidak siap sebagai oposisi sebagaimana PKS misalnya.
Nah, bagaimana dengan Gerindra dan PKB. Koalisi yang dibangun menurut hemat saya bisa bertambah kuat juga bertambah lemah.
Kuat karena dapat darah baru dari Golkar, keduanya memiliki nenek moyang sama Golkar Orba sehingga komunikasi politiknya lebih lancar bahkan membuka peluang Prabowo berpasangan dengan Airlangga Hartarto.
Lemah, jika ditinggalkan PKB dengan alasan tiket RI2 tidak dalam genggaman PKB. Meskipun PKB juga memiliki beberapa opsi, tapi opsi kartu RI2 sengaja terus dimainkan untuk mengamankan posisi tawar.
Ini sisi kecerdasan Muhaimin Iskandar. Yang ngeri-ngeri sedap justru Koalisi Perubahan, PKS-Nasdem-Demokrat karena lepas satu partai saja maka buyar sudah harapan Anies baswedan untuk dapat tiket Bacapres.
Demokrat sedang diuji digoyang oleh keadaan eksternal, sedang Nasdem bisa berubah arah jika Juragan partai nya tidak aman sepenuhnya kepentingan bisnisnya.
Maka meskipun kemungkinan sangat kecil Gerindra bisa berlabuh ke koalisi perubahan menggantikan salah satu partai yang keluar dari Koalisi Perubahan jika PKB meninggalkan Gerindra sendirian.
Jadi keputusan Megawati secara langsung telah merubah arah peta politik dan koalisi parpol, artinya menjadi dinamis kembali. Sekaligus membuka ruang bagi PDI Perjuangan untuk menambah teman koalisi.
Ibu Mega duduk santai saja nanti pasti akan datang partai untuk menemani. Kira-kira begitu gurauanya. Namun untuk bacapres makin jelas: Prabowo, Ganjar, dan Anies.
WartaPemilu :
Kalau bacapres sudah jelas, bagaimana dengan bacawapres?
In’am :
Jika nanti benar ada tiga pasangan dengan bacapres Prabowo, Ganjar dan Anies tanpa mempertimbangkan bacawapres sebenarnya sudah dapat diprediksi.
Jika dua putaran final Prabowo vs Ganjar maka Prabowo akan keluar sebagai pemenang karena pendukung anies akan dengan mudah mendukung Prabowo.
Jika Finalnya adalah adalah Ganjar vs Anies maka pemenangnya adalah Ganjar Pranowo karena pendukung Prabowo tidak mudah begitu saja pindah ke Anies. Kalau final Prabowo vs Anies, tidak mungkin terjadi. Hehehehehe.
Terkait bacawapres saya sepenuhnya kurang setuju jika kaum nahdliyin menjadi ceruk yang diperebutkan sehingga bacawapres harus ambil dari kaum nahdliyin. Kalau semua bacawapres dari nahdlatul ulama, maka justru nahdliyin bukan sebagai penentu.
Berkaca dari wakil presiden Boediono dan Jusuf Kalla, terjawab sudah bahwa Nahdliyin bukan segala-galanya. Lantas penentunya justru yang diluar nahdliyin yakni kaum muda millennial dan kombinasi Jawa-Luar jawa.
Nahdliyin tetap penting dipertimbangkan sebagaimana mempertimbangkan kaum yang lain. Maka justru bacawapres yang potensial secara teori dan praktek adalah yang memiliki kesanggupan untuk melengkapi kekurangan cari bacapres.
Kaya akan gagasan, berpengalaman dalam birokrasi dan komunikasi politik serta dekat dengan kawula muda tentu menjadi dambaan bacapres.
Ganjar Pranowo yang sudah mampu dekat kawula muda millennial membutuhkan yang kuat secara gagasan dan berpengalaman luas dalam hal ini ada tiga nama yang potensial yaitu Sandi Uno, Mahfud MD dan Erick Tohir.
Paling berpeluang berpasangan dengan Ganjar adalah Sandi Uno, berwawasan global sekaligus merupakan representasi Indonesia Timur. Plus ia juga sudah keluar dari Gerindra kemudian masuk ke PPP.
Lantas dengan Prabowo, pengalaman dan gagasan sudah OK, tinggal cari pasangan yang bisa menyapa kaum muda dan memiliki komunikasi politik lebih luwes, siapa dia; Khofifah Indraparawangsa, Airlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar dan Yenni Wahid.
Paling berpeluang tentu saja Airlangga Hartarto dimana mesin politik masih efektif merata di seluruh Indonesia.
Sedang untuk Anies Baswedan karena sudah mantap secara gagasan ia membutuhkan yang mampu dekat dengan kaum millennial serta pengalaman dalam jejaring birokrat, siapa dia: Sandi Uno, Ridwan Kamil, AHY, Khofifah Indraparawangsa.
Diluar itu semua yang unpredictable adalah kembalinya Prabowo sebagai King Maker untuk memoles pasangan Anies-Sandi atau Anies-Prabowo.
WartaPemilu :
Pada wawancara sebelumnya bung In’am juga mengadang-gadang Mahfud MD akan menjadi bapak Reformasi jilid 2. Sekarang anda sebut sebagai bacawapres. Apa maksud semua ini?
In’am :
Memang idealnya slot pak Mahfud MD adalah memimpin reformasi jilid 2 dari dalam bukan sebagai RI 2, sebagaimana Amien Rais 1998 saat pimpin reformasi dari luar.
Turbelensi politik yang menjurus ke chaos masih mungkin hal ini terbukti dengan safari beberapa pejabat negara dan panitia pelaksana pemilu KPU senantiasa gencarkan sebagai upaya meyakinkan bahwa Pemilu akan tetap dilaksanakan sesuai jadwal.
Apa suasana batin para pejabat, termasuk pak Mahfud MD sendiri karena masih mendeteksi adanya faktor potensial terjadinya deadlock politik.
Nah, diantara para pejabat yang ada, paling fasih dengan politik hukum adalah pak Mahfud MD. Maka ia bisa pegang kendali meskipun ada mentri luar negri, mentri dalam negri maupun panglima TNI/Polri.
Pak Mahfud MD memiliki kekurangan, iya. Saya mendukungnya untuk pimpin reformasi jilid kedua dari dalam karena integritasnya lebih unggul dibandingkan dengan yang lainnya.
Pun jika kemudian Pemilu terjadi pada tahun 2024, pak Mahfud MD dengan segala pengalaman yang dimiliki sangat dibutuhkan oleh Capres siapapun. Saya bilang demikian karena kedewasaan dalam berdemokrasi hanya akan bisa dijalani dengan baik jika diasuh oleh penegakkan hukum dengan demikian semua lapisan masyarakat akan merasa nyaman karena akses dan dimata hukum adalah setara.
Indek demokrasi kita turun, demokrasi berjalan tidak secara substantif namun procedural. Nah, pak Mahfud MD meski usianya sudah menua, pengalamannya sangat dibutuhkan untuk menuntun penegakkan hukum yang adil.
Tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Dengan demikian pondasi demokrasi kita akan menjadi kokoh. Saya bilang demikian karena tantangan demokrasi ditengah liberalisasi politik menuntun semua bersumbu pada kekuatan kapital-maka ketika masyarakat belum siap sepenuhnya, demokrasi dengan sendirinya akan rapuh.
Partai politik mengabdi kepada kapital bukan kepada rakyat yang memilihnya. Dan hukum besi kekuatan kapital akan melahirkan para buruh politik sebagi klas tertentu, sebagai kasta terendah dalam demokrasi berbasis kapital.
Maka kelengkapan pengalaman pak Mahfud MD ku kira bisa mengorkestrasi demokrasi agar menjadi lebih dewasa, lebih kuat dan substantif.
Bisa jadi slot pak Mahfud MD memang bukan di RI 2 namun jika terjadi huru hara pak Mahfud MD dapat diandalkan untuk membereskan keadaan. Dan peluang untuk RI 2 masih 50:50. Agenda-agenda Reformasi dapat dilakukan bersama dengan bacapres nya jika kemudian terpilih.
Tentu saja berbeda dengan yang dimainkan oleh Wapres sekarang Makruf Amin dalam mendampingi Presiden Joko Widodo, yang jauh dari kata baik. Kurang dari cukup. (sambil tersenyum, tidak bergairah menyebut nama Makruf Amin)
WartaPemilu :
Secara tidak langsung anda setuju bahwa kualitas demokrasi Indonesia menurun, bagaimana seharusnya agar kita tidak terjerembab dalam demokrasi semu?
In’am :
Oposisi partai di Senayan sudah kita ketahui bersama tidak berjalan efektif di senayan, PKS dan demokrat hanya menjadi penghias demokrasi karena hampir semua parpol terkooptasi oleh kekuatan eksekutif.
Maka tatanan politik kenegaraan perlu ditata ulang. Misal DPR hanya dibutuhkan kehadirannya dalam pembuatan Haluan Negara dan peraturan/undang-undang.
Partai politik menyodorkan utusannya sesuai kompetensinya jumlah bisa diatur sesuai ketentuan yang disepakati. Tidak ada pemilihan DPR pusat, adanya hanya didaerah. Sedang dieksekutif benar-benar memperkuat system Presidensial.
Ungkapan Presiden tersandera oleh partai politik dan presiden adalah boneka partai politik tidak ada lagi. Terakhir yang terpenting adalah Pendidikan demokrasi di masyarakat sipil sehingga tidak takut bersuara/memberikan kontrol dan kritik ketika eksekutif kurang mampu menjalankan amanat.
Dengan demikian antara sipil dan parpol berkemampuan untuk berkolaborasi dalam mengontrol jalannya pemerintahan.
Pun demikian pemangku jabatan publik selaku pelayan masyarakat perlu ditatar kembali integritas dan moralitasnya melalui pendekatan Pendidikan demokrasi.
Jalan dan keinginan tersebut memang tidak mudah, maka yang terpenting ada political will dari pemangku jabatan terutama Presiden dan wakil Presiden agar belied nya merupakan agregasi kepentingan masyarakat pada umumnya.
WartaPemilu :
Terakhir bung In’am, jika Pilpres dilaksanakan hari ini siapa pemenangnya. Anies-Ganjar-Prabowo?
In’am :
Hahahahaha, tebak-tebak buah manggis ya. Ganjar Pranowo.
Dan Kilas info saja pada bulan Mei 2024 LeSPK juga akan mengadakan Panel Diskusi terkait Dinamika Politik Jelang 2024, dilaksanakan secara offline di Yogyakarta.(*)