Jakarta, WartaPemilu – Peran serta publik dalam memberikan pelajaran demokrasi saat ini sangat menentukan. Pengawasan dan pantauan dilapangan menjadi kekuatan dalam menjaga netralitas KPU dan Bawaslu dalam bekerja sehingga semua pihak memiliki kepentingan yang sama bahwa demokrasi lewat Pemilu tidak terciderai oleh politik uang (money politic).
Inilah yang terjadi dibanyak tempat saat ini, dimana politik uang menjadi lumrah dalam Pemilu. Dalam salah satu kasus terjadi di Dapil DKI Jakarta II dimana Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta melakukan rapat pleno rekapitulasi penghitungan perolehan suara 7-9 Maret 2024 di Hotel Pullman Jakarta Barat.
Dimana pada hasil pleno dapil DKI Jakarta II tersebut ada parpol yang enggan menandatangani hasil pleno.
Dari pengamatan Studi Demokrasi Rakyat (SDR) ini perlu disikapi secara serius. SDR sendiri melaporkan 2 calon legislatif (caleg) dari dapil DKI Jakarta III berinisial BSM dan RAI ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI atas dugaan politik uang atau money politic.
Direktur Eksekutif SDR, Hari Purwanto, mengatakan, pihaknya menemukan dugaan pelanggaran politik uang yang dilakukan BSM dan RAI pada h-1 pencoblosan pada 13 Februari 2024.
“Studi Demokrasi Rakyat (SDR) juga menemukan Dugaan pelanggaran politik uang di daerah Tanjung Priok yang melibatkan Caleg BSM pada tanggal 13 Februari 2024, satu hari menjelang hari pemilihan umum,” katanya. Minggu (10/3/2024).
Bahkan dugaan salah satu Anggota Bawaslu Kota Jakarta Utara melindungi caleg yang melakukan politik uang tersebut.
“Kami juga menemukan dugaan adanya upaya oknum anggota komisioner Bawaslu Kota Jakarta Utara berinisial Y.S yang melindungi Caleg tersebut,” ucapnya.
Fakta baru dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang terdapat dalam berita acara rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara, model D. hasil Kecamatan DPRD Kecamatan Tanjung Priok.
“Bahwa Caleg BSM memperoleh suara yang tidak wajar sejumlah 11.000. Kami menilai perolehan suara yang bulat tersebut sangat sulit dan bahkan belum pernah terjadi dalam pemilihan umum selama ini,” jelasnya.
Sebab itu, menurut Hari Purwanto, wajar jika hasil pleno Dapil DKI Jakarta II ada Parpol yang enggan menandatangani tapi ada pembiaran dan melenggang Caleg Dapil DKI Jakarta III karena dugaan oknum penyelenggara (KPU) dan pengawas (Bawaslu) ikut berperan melindungi dan membeking caleg yang semestinya di diskualifikasi dengan sanksi tegas.
“Pelanggaraan Caleg tersebut BSM dan RAI menabrak Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum pada Pasal 72 ayat 1 huruf J yaitu menjanjikan atau memberikan uang atau materi
lainnya kepada peserta Kampanye Pemilu,” beber Hari.
Pasal 72 ayat 4 yaitu; Pelaksanaan Kampanye Pemilu dan/atau tim Kampanye Pemilu dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan perangkat Negara.
Pasal 75 yaitu; Pelaksana Kampanye Pemilu dan/atau tim Kampanye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai
imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung atau tidak langsung untuk Memilih Calon Tertentu.
Pasal 76 yaitu; Dalam hal terbukti terjadi perbuatan melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Pemilu dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang yang mengatur mengenai Pemilu dan peraturan perundang-undangan lainnya.(*)