WartaPemilu – Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil temuan terkait Kasus Ferdy Sambo dan Pemilih Pilpres pada hari Selasa, 18 Oktober 2022.
Hasil survei LSI menyatakan, tingkat ketenaran kasus Ferdy Sambo menyamai tingkat popularitas Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden 2024 paling populer.
“Jumlah populasi Indonesia yang mengetahui kasus Ferdy Sambo mencapai 87,5 persen. Yang mendengar nama Ferdy Sambo berarti lebih banyak dibandingkan yang mendengar nama calon presiden yang sekarang beredar, kecuali Prabowo. Hanya Prabowo yang dikenal di atas 87, 5 persen,” ujar Direktur LSI Denny JA. Selasa (18/10/2022).
Dijelaskannya, Mayoritas berbagai lapisan masyarakat juga mengetahui kasus ini. Bahkan kasus ini bertahan menjadi pembicaraan publik selama berbulan-bulan.
“Kasus Ferdy Sambo seheboh ini mungkin belum tentu terjadi di lima puluh tahun sekali. Sehingga jelas, kasus Ferdy Sambo adalah kasus paling dramatis di tahun 2022,” tuturnya.
Adapun lima faktor yang membuat kasus Ferdy Sambo menjadi kasus paling dramatis sepanjang 2022.
Faktor Pertama, kasus ini didengar oleh 87,5 oleh populasi Indonesia.
“Artinya mayoritas absolut masyarakat Indonesia pernah mendengar atau mengetahui kasus ini (di atas 75 persen). Tak banyak dalam sejarah kasus yang didengar lebih dari 75 persen populasi negaranya,” jelas Ardian.
“Masyarakat yang tidak pernah mendengar kasus ini hanya 7, 1 persen. Sebanyak 5,4 persen menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab,” imbuhnya.
Faktor Kedua, kasus Ferdy Sambo didengar oleh mayoritas berbagai lapisan masyarakat. Dari tingkat usia, yang berusia dibawah 30 tahun, 94,4 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 30 – 39 tahun, 88,5 persen, menyatakan pernah mendengar kasus ini. Yang berusia 40– 49 tahun, 89,1 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini. Bahkan, yang berusia di atas 50 tahun, 81,6 persen menyatakan pernah mendengar kasus ini.
Faktor ketiga, kasus Ferdy Sambo bertahan menjadi pembicaraan publik berbulan bulan. Diketahui, kronologi kasus tewasnya Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J mulai mencuat ketika Ferdy Sambo membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.
“Sampai dengan sekarang (Oktober 2022), berarti sudah empat bulan kasus Ferdy Sambo ini dibicarakan. Ia tak hanya dibicarakan di warung kopi, di media sosial, bahkan juga di kampus hingga rumah ibadah,” kata Ardian.
Faktor Keempat, kasus Ferdy Sambo seperti drama yang penuh isu panas dan perubahan karakter. Dari kasus polisi tembak polisi, berubah ke isu perselingkuhan.
Lalu kasus ini bertambah kaya dengan adanya elemen obstruction of justice (politisi atau aparat negara yang berbohong menghalangi terbukanya kasus yang sebenarnya). Akibat tindakannya itu, kata Ardian, pencari keadilan terhalangi.
Kemudian, berubah lagi menjadi kasus suami bela istri, penyalahgunaan jabatan, juga tuduhan uang gelap judi online, hingga uang narkoba.
“Jadi kasus Ferdy Sambo cukup dramatis selayaknya sinetron yang populer,” terang Ardian.
Faktor kelima, kasus ini juga sangat berpengaruh pada lembaga besar seperti Polri. Kasus Ferdy Sambo membuat kepercayaan pada Polisi menurun 13 persen dari 72,1 persen sebelum kasus menjadi 59,1 persen.
“Pada tahun 2018, bahkan kepercayaan pada polisi berada pada angka 87,8 persen. Tahun 2019, setelah Pilpres 2019, kepercayaan terhadap polisi sudah menurun pada angka 72,1 persen. Sekarang di tahun 2022, kasus Ferdy Sambo membuat kasus kepercayaan pada polisi menurun ke 59,1 persen,” demikian Ardian Sopa.
Sementara hasil temuan terkait Kasus Ferdy Sambo dan Pemilih Pilpres, hasilnya, publik yang percaya dengan Polisi, mayoritas memilih Ketua DPR Puan Maharani. Sementara yang tidak percaya lebih banyak memilih mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Dalam survei LSI Denny JA, kepercayaan publik terhadap Polri menurun akibat kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo cs terhadap Brigadir Yosua Hutabarat. Kini tinggal kepercayaan publik terhadap Polri hanya 59,1 persen.
Direktur LSI Denny JA, menyebutkan, ada lima Capres-Cawapres utama 2024 berdasarkan kekuatan partai dan elektabilitas.
Berdasarkan kekuatan partai ada Puan Maharani dan Airlangga Hartarto. Sedangkan berdasar kekuatan elektabilitas ada Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo.
“Pemilih Puan, Airlangga, Prabowo, dan Ganjar, lebih banyak yang percaya terhadap polisi. Pada pemilih Anies, yang percaya dan tak percaya polisi hampir sama banyaknya, selisih margin of error,” paparnya.
Dalam temuan surveinya LSI menjelaskan, Masyarakat yang memilih Puan, 69,5 menyatakan percaya terhadap Polisi. Sebanyak 30,5 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.
“Proporsi antara yang percaya dengan yang tidak percaya terhadap polisi di pemilih Puan, mendekati angka 70 persen banding 30 persen,” jelasnya.
Kemudian, masyarakat yang memilih Airlangga Hartarto 60 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 40 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.
Sedangkan, masyarakat yang memilih Prabowo, 59,1 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 40 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi.
Hampir menyamai Puan, masyarakat yang memilih Ganjar, 66,8 persen menyatakan percaya terhadap polisi. Sebanyak 32,7 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi. Sementara hanya pemilih Anies yang lebih dari 45 persen tidak percaya kepada Polri.
“Masyarakat yang memilih Anies, 49,7 persen menyatakan percaya pada polisi. Sebanyak 47,4 persen menyatakan kurang/tidak percaya terhadap polisi,” kata Ardian.
Survei ini dilakukan pada 11-20 September 2022 dengan melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi seluruh Indonesia.
LSI melakukan survei melalui wawancara tatap muka dengan menggunakan kuisioner. Metode survei menggunakan multistage random sampling dengan margin of error +/- 2,9 persen.(*)
BACA juga berita menarik lainnya di Kabariku.com ‘Aktif Memberi Kabar’