Menafsir Pidato Anas

oleh:
Nur Iswan (Channel)

Bandung, WartaPemilu –Hari yang sangat dinanti-nantikan tiba juga. Tepatnya, Selasa 11 April 2023 Pukul 13.30. Lebih maju tiga puluh menit, dari jadwal. Tak hanya dinanti oleh Anas Urbaningrum sendiri, tapi juga sangat dirindukan oleh Istrinya dan Empat anaknya. Juga ribuan sahabat, teman dan kolega.

Ya, akhirnya Anas bebas lepas. Meski masih harus menjalani syarat Cuti Menjelang Bebas (CMB) selama 3 bulan lamanya. Tapi ia agak lega karena menghirup udara kemerdekaannya. Setelah 9.3 tahun ditempa di “Pesantren Sukamiskin”.

Sebagaimana diperkirakan. Ribuan orang menyambutnya dengan gempita. Rasanya, baru kali ini ada orang dibebaskan dari Lapas, kok sambutannya sedemikian rupa. Tentu, ada saja yang menganggap itu sebuah “fenomena aneh”. Tapi fakta berbicara.

Ah, tafsir atas peristiwa dan kata akan seluas jumlah orang yang mengamatinya. Demikian juga tafsir atas Pidato Anas yang disampaikan usai dilepas oleh Kalapas. Tak usah kaget. Karena demikianlah kehidupan adanya.

Anas menyampaikan pidatonya kl 15 menit. Pidato lengkapnya bertebaran di Youtube. Termasuk di Channel saya. Bagi yg berminat, silahkan tonton. Boleh menontonnya secara lengkap. Boleh juga sepotong2. Bebas saja.

Ada yang bilang pidato itu jelek, ada yang bilang bagus. Ada yang bilang kurang, cocok dan ada yang bilang berlebihan. Kontroversi ?! Tiada mengapa! Itulah demokrasi kita!

Saya tak hendak menafsirkannya kata per kata. Kalimat demi kalimat. Yang tahu persis secara akurat makna terdalamnya ya Anas sendiri. Orang diluar dirinya, hanya terbatas melihat. Menonton sambil menangkap pendaran-pendaran dan kilatannya saja. Sesuai dengan selera.

Yang pasti, itulah ungkapan suasana kebatinan dan pikiran yang selama ini terpendam dalam relung hati dan benaknya. Ia-lah yang merasakan betapa keadilan begitu relatifnya. Ia-lah yang mengalami sendirian baik itu tuduhan, sangkaan, dakwaan, tuntutan hingga vonis yang dijatuhkan.

Ia-lah yg merasakan “penderitaan” lahir maupun batin. Ia-lah sendirian yang merasakan betul detik demi detik. Hari demi hari. Bulan demi bulan. Untuk “kesalahan” yang menurut keyakinannya adalah sumir. Dipaksakan.

Ia-lah yang memunguti butiran hikmah demi hikmah dari bilik penjara. Ia pernah dipuja, lantas dihina. Ia pernah dikepung lautan teman, yang satu-per satu menjauhinya. Bahkan menengok pun tidak.

Tak heran, jika dalam sambutannya — tersirat dan tersurat — seolah ia ingin menyampaikan: “cukup saya saja yang mengalami ini semua.”

Keyakinannya tertancap kuat bahwa ia merasa diperlakukan tidak adil. Maka, tak heran jika ia secara lantang bertekad utk memperjuangkan keadilan. Tak hanya untuk dirinya. Tapi juga utk semua. Dan kita harus menghormati keyakinannya.

Mungkin ada diksi yang keras nan lugas. Tapi itu bukan nada “kemarahan” atau dendam. Itu adalah tanda pengingat sekaligus cita-cita.

Jadi, menafsir pidatonya sederhana saja. Bahwa yang tengah ia ingatkan adalah tegaknya Keadilan. Tak hanya keadilan bagi dirinya, tapi juga keadilan bagi semua. Dan yang idamkan, bukanlah demokrasi “ala-ala” atau pura-pura. Tapi demokrasi Indonesia yang jujur, adil dan terbuka. Tabik!

*Laman IG: Nuriswan70
Rabu, 12 Maret 2023

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *